INFOKU - Konon, pada zaman kerajaan Mataram, di Dukuh Jambi, Desa Madalem ada seorang janda yang bernama Mbok Randha.
Dia hidup berdua dengan adiknya yang bernama Blacak Nyilo, mereka berdua
hidup dalam kemiskinan.
Pada suatu hari saat Mbok Randha pergi ke sungai untuk mencuci beras, dia
melihat sebuah peti yang tersangkut di rerumputan glagah di tepi bengawan.
Melihat peti itu Mbok Randha mengambilnya lalu membuka peti tersebut.
“Siapa yang membuang peti ke sungai?” bisik Mbok Randha dalam hati.
Baca juga : Misteri Ratu Cantik Citro Wati & Kedung Putri Di Randublatung
Begitu peti terbuka, seketika Mbok Randha terkejut karena ternyata peti itu
berisi bayi laki-laki.
Karena ia tidak memiliki seorang anak pun dia membawa pulang bayi itu
dengan sehelai kain untuk menutupi tubuh bayi tersebut.
Dalam perjalanan pulang Mbok Randha memberikan nama bayi itu dengan sebutan
Jaka Sangsang.
Hal ini disebabkan bayi tersebut ditemukan di dalam peti yang tersangkut (kesangsang).
Mbok Randha Jambi juga berpesan kepada siapapun yang memiliki tanah di tepi
bengawan agar ditanami rumput glagah.
Maksud dari pesan Mbok Randha ini adalah tanaman rumput dapat digunakan untuk menahan tanah agar tidak longsor atau menahan sesuatu yang hanyut.
Baca juga : Arya Penangsang Kisah Persaingan Politik di Eranya
Beberapa tahun kemudian setelah Jaka Sangsang tumbuh besar, paman dan
ibunya menyuruhnya pergi ke rumah Begede Kuwung yang bernama Ki Mangun Dipura.
Tujuannya supaya Jaka Sangsang menjadi seorang penggembala kerbau.
Setelah Jaka Sangsang menemui Ki Mangun Dipura, dia menyampaikan maksud
kedatangannya.
Akhirnya Jaka Sangsang pun diterima sebagai abdi penggembala kerbau.
Adapun kerbau yang dipercayakan kepada Jaka Sangsang adalah seekor kerbau pancal panggang yang berkalungkan benang lawe tiga warna.
Pada saat Jaka Sangsang menjalankan tugas menggembala kerbau bersama
teman-temannya.
Jaka Sangsang melepas kerbau pancal panggang dari ikatannya.
Sebenarnya Jaka Sangsang mengetahui bahwa kerbau pancal panggang adalah
kerbau yang dikeramatkan.
Akan tetapi, Jaka Sangsang sama sekali tidak merasa takut, bahkan saat
menggembalapun ia menaiki punggung kerbau tersebut.
Pada saat menggembala, kerbau yang dinaiki Jaka Sangsang terus berjalan ke
arah timur menuju sebuah parit kecil.
Di parit itu airnya sangat jernih. Melihat air di parit itu Jaka Sangsang
membendung parit itu agar si kerbau bisa minum.
Baca juga : Sisi Misteri Kantor Bupati Blora - Ditemani 3 Perawan Cantik dan Makelar Jodoh
Air yang diminum oleh kerbau tersebut adalah hasil dari singgetan (bendungan)
maka tempat tersebut diberi nama “Dukuh Singget”.
Cinta Dewi Sumilah
Begede Kuwung mempunyai dua orang anak perempuan yang bernama Dewi Sumilah
dan Retno Dumilah.
Dewi Sumilah jatuh cinta kepada Jaka Sangsang, karena tubuh Jaka Sangsang mengeluarkan
sinar.
Akan tetapi, Begede Kuwung tidak menyetujui hubungan antara Jaka Sangsang
dan Dewi Sumilah.
Akhirnya Dewi Sumilah dan Jaka Sangsang berusaha untuk saling menjauh
meskipun masih memiliki rasa saling suka.
Pada suatu hari Begede Kuwung kedatangan tamu yang bernama Ki Gede Sentono.
Ki Gede Sentono berencana untuk malamar dua anak Begede Kuwung untuk
dinikahkan dengan dua anak Ki Gede Sentono yaitu Surangga dan Suranggi.
Ki gede Sentono pun Setuju, namun Dewi Sumilah mengajukan satu permintaan.
Baca juga : Putri Kediri Sembunyi di Pohon Jati Denok Ternyata Dijaga Harimau inilah Ceritanya
“Aku meminta mas kawin berupa seekor kerbau Pancal Panggung,” kata Dewi
Sumilah.
“Itu hal yang mudah. Saya dan putra saya akan mengabulkan permintaan Dewi
Sumilah,” kata Ki Gede Sentono.
Tujuan Dewi Sumilah meminta syarat itu adalah supaya anak Ki Gede Sentono
tidak dapat memenuhinya.
Hal ini dikarenakan kerbau Pancal Panggang hanya ada satu yaitu yang
digembala oleh Jaka Sangsang.
Mengetahui hal itu, keesokan harinya Ki Gede Sentono menyuruh dua anaknya
untuk menemui Jaka Sangsang untuk meminta kerbau Pancal Panggang yang biasa
digembala oleh Jaka Sangsang.
Jika boleh akan diminta secara cuma-cuma dan jika tidak boleh maka akan
dibeli dengan harga berapapun untuk mendapatkan kerbau tersebut.
Surangga dan Suranggi pun melaksanakan anjuran ayahnya untuk menemui Jaka
Sangsang.
Mereka berdua menunggu Jaka Sangsang di jalan yang biasa dilewati Jaka
Sangsang dengan kerbau Pancal Panggung.
Dari arah barat mereka melihat Jaka Sangsang yang sedang naik menunggangi
kerbau Pancal Panggung.
Baca juga : Misteri Rumah Dinas Wakil Bupati Blora
Kemudian Surangga dan Suranggi menanyakan nama dan kerbau yang ditunggangi
Jaka Sangsang tersebut.
Surangga dan Suranggi pun menjelaskan tentang siapa mereka dan alasan kenapa
mereka ingin meminta kerbau tersebut.
Jaka Sangsang menolak dan terjadilah pertempuran yang dimenangkan Jaka
Sangsang
Goa Sentono
Pada saat itu paman Jaka Sangsang, Blacak Nyilo,
mengetahui jika keponakannya menang dari pertarungan.
Blacak Nyilo sangat gembira, maka Blacak Nyilo berkata
kelak jika zamannya sudah makmur tempat tersebut bisa dinamakan Dukuh Jigar.
Tidak lama kemudian, Ki Gede Sentono datang mencari Jaka Sangsang membalas
kematian kedua analnya.
Sebelum ia menemui Jaka Sangsang bertemu Blacak Nyilo untuk Membela Jaka Sangsang.
Akhirnya terjadi pertarungan di antara keduanya. Dalam pertarungan awal
tersebut Blacak Nyilo hampir kalah.
Dia lalu berlari ke arah barat laut, sampai di tepi Bengawan Solo.
Di tempat itu dia mengambil senjatanya berupa sepucuk tumbak yang bernama Tumbak
Krincing Mas.
Ki Sentono ditumbak tetapi bisa menghindar sehingga tumbak tersebut tidak
mengenainya.
Tumbak itu justru menancap di sebuah batu besar.
Kemudian begitu tumbak itu dicabut, batu tersebut membekas menjadi
terowongan seperti gua sehingga tembus sampai ke arah Tuban Jawa Timur.
Melihat terowongan itu, Sentono berlari masuk ke dalam terowongan tersebut dan
tidak terkejar lagi.
Setelah kejadian itu Blacak Nyilo memberi nama Goa Sentono.
Baca juga : Mengapa Warga Kedungsatritan Ngawen Pantang makan Belut .... inilah Misterinya
Sementara Jaka Sangsang pulang kerumah Mbok Randha untuk meminta melamarkan
Dewi Dumilah.
Mbok Randha akhirnya menuruti keinginan Jaka Sangsang.
Kemudia mereka berangkat ke rumah Ki Gede Kuwung,
Akan tetapi lamaran Jaka Sansang ditolak dan dihina Ki Gede Kawung.
Alkisah diceritakan kalau Jaka Sangsang dan Dewi Sumilah sudah berjanji
akan tetap hidup bersama sehidup semati walaupun mereka dalam keadaan berjauhan
dan dipisahkan.
Kemudian, Jaka Sangsang dan Dewi Sumilah melarikan diri secara bersamaan.
Untuk mengekabuhi mereka akan kawin lari, maka Jaka Sangsang melangkahkan
kakinya ke arah barat dan Dewi Sumilah melangkahkan kaki ke arah timur.
Jaka Sangsang berjalan menyusuri tepi bengawan.
Jaka Sangsang lalu melanjutkan perjalanannya ke arah barat melalui Desa
Jigar untuk menyeberangi Sungai Bengawan lalu melewati Desa Kradenan.
Setelah menyusuri Sungai Bengawan dan melewati beberapa dusun, akhirnya
Jaka Sangsang dan Dewi Sumilah berada di seberang barat dan seberang timur
sungai dan mereka saling melambaikan tangan.
Selanjutnya mereka menatap satu sama lain melangkah saling mendekat hingga
tidak lagi menghiraukan air sungai yang menghalangi di depan mereka.
Mereka terus saja melangkah perlahan tetapi pasti mendekat dengan saling menggapai
tangan.
Baca juga : Sang Naga Bangun Terjadilah Sungai Lusi Blora ..... Inilah Legendanya
Karena tiba-tiba airnya deras, akhirnya mereka berdua tenggelam di dalam air
sungai bengawan.
Terlihat samar-samar (moyo-moyo) mereka terapung di tengah sungai bengawan
tersebut.
Karena kejadian hal tersebut, daerah tersebut dinamakan “Kedung Moyo”
Sehingga sampai saat ini kadang-kadang ada penampakan mereka berdua. (Roes/diolahdari sumber Istimewa)
0 Comments
Post a Comment