Sang Naga Bangun Terjadilah Sungai Lusi Blora ..... Inilah Legendanya

INFOKU - Di Kota Blora ada sebuah sungai yang melingkari kota. Sungai itu berada di sebelah timur kota Blora, mengalir dari utara ke selatan, kemudian berbelok ke arah barat. 

Sungai itu mengalir terus ke barat, masuk ke wilayah Purwodadi dan akhirnya bertemu dengan Sungai Serang. Sungai itu adalah sungai Lusi.

Pada zaman Prabu Sri Jayabaya, raja yang bertakhta di Kediri, ada tiga orang pengembara yang bernama Ki MRanggi, Parta Gendul, dan Parta Balung.

Setelah sekian lama mengembara meninggalkan Kediri, mereka berhenti di sebuah hutan di Gunung Butak yang banyak ditumbuhi pohon jati.

Baca juga : Mengapa Warga Kedungsatritan Ngawen Pantang makan Belut .... inilah Misterinya

Ki Mranggi melihat seputar tempat tersebut dan merasa cocok untuk tinggal di situ.

Akhirnya, mereka bertiga memutuskan untuk tinggal di hutan yang terletak di Gunung Butak.

Ternyata di tempat itu juga sudah ada penghuninya sebelum mereka bertiga datang.

Dan ternyata penghuninya adalah Ki Bahurena.

Ketika Ki Bahurena berjalan menuju mata air, ia melihat tiga orang yang sedang membangun rumah sederhana di dalam hutan.

Lalu Ki Mranggi memperkenalkan dirinya dan kedua temannya, Parta Gendul dan Parta Balung.

Baca juga : Misteri Ngunduh Mantu Pernikahan Diserang Perampok

Ki Barurena mempersilakan merka tinggal disitu dengan pesan tidak mengganggu mahluk yang tinggal distu.

Mereka bertiga tinggal di hutan Gunung Butak dengan senang dan damai.

Pada suatu hari, Parta Balung ingin membuat perahu. Lalu Parta Balung berkeliling di sekitar tempat tinggalnya, matanya tertuju pada pohon suren.

Parta Balung menebang pohon suren. Semua yang dilakukan oleh Parta Balung itu tanpa sepengetahuan Ki Mranggi.

Setelah pohon suren di tebang, mulailah Parta Balung membuat perahu.

Belum sempat menyelesaikan perahunya, tiba-tiba turun hujan deras di sertai angin rebut sehari semalam lamanya.

Di tengah hujan dan angin ribut itu, tiba-tiba muncul seekor ular naga.

Baca juga : Misteri Rumah Dinas Wakil Bupati Blora

Ular naga tersebut berjalan di dalam tanah, dan muncul gundukan tanah seperti bukit pada bekas jalannya.

Tanah yang di lewati ular naga itu longsor dan longsoran tanah itu berubah menjadi aliran lumpur dan akhirnya terjadi banjir lumpur.

Semua benda yang di terjang banjir lumpur itu roboh, pohon-pohon jati bertumbangan dan hutan menjadi rusak.

Rumah-rumah penduduk di kaki Gunung Butak tidak luput dari amukan banjir lumpur itu, demikian juga rumah Ki Mranggi dan Ki Bahurena.

Ki Mranggi melihat di sekitar rumahnya dan disekitar hutan, ternyata telah rusak semua.

Tempat ini telah rusak di terjang banjir lumpur. di namakan Desa Coban sebab di sini aku mendapat cobaan dari Tuhan.

Pencarian Ki Mranggi tidak membawa hasil. Dia gagal mendapatkan ular naga yang sudah menimbulkan kerusakan.

Lalu dia mencari bantuan ke Syekh Jatikusuma yang bertapa di puncak Gunung Butak.

Perjalanan menuju Gunung Butak harus mendaki dan menerobos hutan yang lebat.

Perjalanan yang sangat melelahkan! Namun, demi tekad untuk memperoleh bantuan, segala jerih lelah tidak dirasakan oleh Ki Mranggi.

Baca juga : Legenda Desa Janjang Berawal dari Pengembaraan 2 Pangeran

Dia menceritan apa yang terjadi ditrempatnya pada Syekh Jatikusuma.

Syekh Jatikusuma mengambil pusaka Kiai Akik Ampal Bumi.

Dia menjumpai kembali Ki Mranggi yang tertegun melihat pusaka yang di pegang oelh Syekh Jatikusuma.

Lalu Syekh Jatikusuma menancapkan pusaka itu di puncak Gunung Butak dan terbukalah puncak Gunung Butak itu.

Di dalamnya ular naga sedang tidur pulas, tampak jinak dan tidak ganas.

Namun, tiba-tiba datang angin ribut dan hujan deras yang berlangsung sampai beberapa hari.

Setelah hujan reda, di puncak Gunung Butak muncul beberapa mata air.

Melihat munculnya beberapa mata air, Ki Mranggi terkejut dan bertanya kepada Syekh Jatikusuma.

Mata air yang airnya mengalir ke timur dinamakan Sungai Kesemen melewati Desa Tahunan, Bangilan, dan terus ke Bojonegoro.

Air yang mengalir kea rah barat menjadi Sungai Brubulan.

Air yang mengalir ke arah utara menjadi sungai Mudal melewati daerah Pamotan.

Sementara itu, mata air yang airnya mengalir ke arah selatan melalui Desa Gunung Kajar terus ke BLora dinamakan Sungai Lusi.

Mengapa? Sebab daerah yang di lalui air tersebut tanahnya menjadi longsor dan para penduduknya mencari selamat atau mengungsi.

Mengungsi dalam bahasa Jawa Kuno disebut ngusi dan dari kata ngusi itulah lahir nama Sungai Lusi.

Setelah melihat peristiwa itu, ki Mranggi pulang ke rumahnya dan hidup seperti sedia kala.

Baca juga : Sisi Misteri Kantor Bupati Blora - Ditemani 3 Perawan Cantik dan Makelar Jodoh

Dia hidup bersama Parta Gendul dan Parta Balung serta hidup berdampingan dengan Ki Bahurena.

Setelah kematian Ki Mranggi, makamnya banyak di ziarahi dan makam itu di sebut sebagai Pundhen Mranggi sedangkan makam Ki Bahurena di sebut sebagai Pundhen Bahurena. (Roes/ dioalah dari berbagai sumber) 


Post a Comment

0 Comments