INFOKU - Sosok Aryo Penangsang sebagai penguasa Jipang Panolan
sangat dihormati masyarakat Jipang.
Karena rasa hormat itu pula, mereka sampai tak berani membicarakan tentang Adipati yang dibunuh oleh Danang Sutowijoyo ini.
Saat
saya mencoba menanyakan hal tersebut kepada beberapa warga, mereka menolak
menjawabnya. Alasannya, mereka takut kualat kalau membicarakannya.
Setiap
pengunjung wisata sejarah Jipang ini harus menjaga sopan santun, terutama saat
masuk ke lingkup makam.
Menurut juru kunci Slekun kala itu, ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilanggar saat berkunjung ke makam.
Baca juga : Asal Usul Kota Cepu Berawal dari Perang Saudara
Pantangan
itu antara lain dilarang membawa benda-benda yang ada di lingkungan makam,
bahkan secuil tanah pun.
Pengunjung
juga diminta untuk uluk salam terlebih dahulu saat akan masuk makam, dan jangan
tinggi hati atau menyepelekan hal-hal yang ada dalam kompleks makam.
“Kalau
pantangan-pantangan ini dilanggar biasanya ada kejadian yang tidak baik menimpa
orang tersebut," ujarnya.
Cerita-cerita
mistis yang bersumber pada sosok Aryo Penangsang tumbuh subur di Jipang.
Misalnya
ada cerita yang mengatakan bahwa sesekali aliran sungai Bengawan Sore yang
berada dekat makam airnya berwarna merah darah.
Darah
itu diyakini berasal dari darah Aryo Penangsang saat ditombak oleh Danang
Sutowijoyo.
Ada juga yang bercerita bahwa di sekitar Bengawan Sore ada pohon kelapa yang kerap didatangi oleh kuda tunggangan Aryo Jipang, Gagak Rimang.
Baca juga : “Panji” Hikayat Asal Usul Kesenian Barongan, Inilah Kisahnya
Kalau
malam terdengar ringkikan kuda tersebut.
Konon
pohon kelapa tersebut dahulu merupakan tempat untuk menambatkan kuda Gagak
Rimang.
Tidak
hanya itu, pasir yang berada di sungai Bengawan Sore tidak berani ditambang
oleh penduduk.
Padahal,
pasir di sungai itu terkenal kualitasnya bagus. Penambangan hanya terjadi di
sungai Bengawan Solo yang melintasi sebagian wilayah Cepu.
“Dahulu
pernah ada yang berani menambang, tapi saat pasir dibawa ke Pati dengan truk,
esok harinya truk kembali dengan membawa pasir itu lagi," cerita Salekun.
Warga
Jipang juga memiliki tradisi sedekah bumi sebagai ungkapan rasa syukur.
Tradisi ini disebut dengan manganan dan biasanya dilakukan di makam Gedong Ageng.
Baca juga : Misteri Harta Karun Suku “Wong Kalang” di Blora Masih Menjanjikan
Setidaknya
ada tiga acara manganan, yakni saat turun hujan pertama kali, saat tanam padi,
dan saat panen.
Acara ini biasanya disertai dengan pertunjukan seni tradisi, seperti ketoprak, wayang krucil, wayang kulit, atau seni tradisi yang lain.
Namun pantangannya, "Kalau nanggap kethoprak jangan sampai mengambil lakon Aryo Penangsang. Bisa berbahaya!" ungkap Salekun wanti-wanti.(Roes diolah dari berbagai Sumber)
0 Comments
Post a Comment