Polemik Seputar KPK vs DPR



Polemik Seputar KPK vs DPRRI
Jokowi Akan Turun Tangan jika Pansus Berupaya Bubarkan KPK
INFOKU, JAKARTA - Presiden Joko Widodo enggan ikut campur terkait panitia khusus hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi yang tengah bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat.
Sebab, Jokowi merasa hal itu merupakan domain DPR, bukan eksekutif.
"Presiden itu dalam domain kekuasaan eksekutif tidak masuk legislatif," kata Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/7/2017).
Johan menegaskan, Jokowi baru akan turun tangan apabila memang memiliki domain untuk melakukan itu. Misalnya, jika KPK akan dibubarkan.
Johan mengaku pernah membaca pernyataan anggota DPR soal rekomendasi pansus yang akan berujung pembubaran KPK.
"Nah, kalau membubarkan KPK itu kan ada domain Presiden. Ketika Presiden masuk domain kekuasaannya selaku eksekutif, maka dia akan menolak karena membubarkan itu tak hanya melemahkan, membubarkan. Pasti Presiden enggak mau," ucap Johan.
"Tapi kalau publik meminta presiden menghentikan angket, engak bisa. Dari sisi tata negara tidak bisa. Karena itu haknya DPR, domain DPR," tambah mantan pimpinan KPK ini.
Sebanyak 396 guru besar yang tergabung dalam Guru Besar Antikorupsi, sebelumnya meminta Presiden mengeluarkan pernyataan keras soal hak angket DPR kepada KPK.
Pansus Angket KPK tetap berjalan meski dikritik berbagai pihak. Pansus ini muncul pascapenyidikan kasus korupsi e-KTP oleh KPK yang menyeret sejumlah anggota DPR.
Para pakar yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menilai, pembentukan Pansus Hak Angket KPK oleh DPR RI cacat hukum.
APHTN-HAN bersama Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas mengkaji soal pembentukan Pansus hak angket.
Kajian yang ditandatangani 132 pakar hukum tata negara seluruh Indonesia tersebut diserahkan ke KPK. (ist/KOMP)


Mahfud MD Nilai Hak Angket terhadap KPK Tidak Tepat
Bergulirnya hak angket di DPR ditanggapi mantan Ketua MK, Mahfud MD. Mahfud menilai keputusan sidang paripurna DPR untuk menggunakan hak angket kepada Komisi Pemberantasan Korupsi tidak tepat.
Selain tidak tepat sasaran, mekanisme pengambilan keputusan pun dinilai menyalahi tata tertib DPR.
Foto Mahfud MD

Todung: Yusril Salah Anggap KPK Bagian dari Eksekutif
INFOKU, JAKARTA - Advokat senior Todung Mulya Lubis usai menghadiri acara seminar bertajuk The Geography of Human Rights di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (22/9/2015)(KOMPAS.com/Nabilla Tashandra)
JAKARTA, KOMPAS.com - Advokat sekaligus aktivis hak asasi manusia Todung Mulya Lubis menyebut pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra salah jika menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan bagian dari eksekutif.
Yusril menganggap DPR berhak menggunakan hak angket terhadap KPK.
"Yusril Ihza Mahendra salah kalau anggap KPK bagian dari eksekutif. Saya kira pembahasan tradisional mengenai ilmu tata negara menghasilkan orang seperti Yusril Ihza Mahendra ini, yang melihat arsitektur ketatanegaraan kita hanya eksekutif, legislatif, dan yudikatif," kata Todung dalam sebuah diskusi tentang Hak Angket KPK di Jakarta, Rabu (12/7/2017).(ist/KOMP)
Foto Tudung Mulya Lubis

Baca Model Cetak tabloid ....?
Gambar  Klik KANAN pilih Open New Tab atau Buka Tautan Baru