Pilkada & Parpol Bermasalah

 KPU Taati Saran DPR soal Parpol Bersengketa Ikut Pilkada
“Masih ada kesempatan islah. Yakin kita (KPU).”
Jum'at, 1 Mei 2015 | 00:14 WIB
Oleh : Mohammad Arief Hidayat, Moh Nadlir
KPU Taati Saran DPR soal Parpol Bersengketa Ikut PilkadaVIVA.co.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyelesaikan penyusunan Peraturan KPU (PKPU) tentang penyelenggaraan pilkada serentak pada Desember 2015. Ada 10 PKPU, yang tiga di antaranya sudah disahkan Menteri Hukum dan HAM, sedangkan sisanya belum.

Satu PKPU yang dinilai krusial adalah PKPU tentang Pencalonan. Soalnya peraturan itu berkaitan dengan kepengurusan partai politik (parpol) yang sah dan berhak mengajukan calon dalam pilkada. Sementara ada parpol, yakni Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan, yang kini bersengketa.

Ketua KPU, Husni Kamil Manik, menjelaskan bahwa pada prinsipnya Komisi menaati saran atau rekomendasi Panitia Kerja Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Rekomendasi itu, di antaranya, KPU dapat mengesahkan kepengurusan parpol yang bersengketa, berdasarkan putusan pengadilan.

“Rekomendasi Panja DPR diikuti,” kata Husni kepada wartawan di Jakarta pada Kamis malam, 30 April 2015.

Dia menguraikan, PKPU menetapkan parpol yang berhak mengikuti pilkada adalah parpol yang terdaftar sebagai sebagai peserta Pemilu tahun 2014 di Kementerian Hukum dan HAM. Kalau ada parpol yang bersengketa, diusahakan untuk berdamai atau islah agar ada satu kepengurusan yang sah.

Jika belum tercapai islah, Husni menambahkan, KPU berpedoman pada putusan pengadilan yang bersifat tetap atau final. Kalau belum ada putusan yang bersifat tetap, putusan pertama atau putusan sementara seperti putusan sela pun bisa digunakan sebagai acuan.

Husni menolak menjelaskan apabila parpol bersengketa belum berdamai dan belum juga ada putusan hukum tetap sampai 26 Juli 2015, batas akhir bagi parpol mendaftarkan calon kepala daerah. Dia hanya mengaku optimistis parpol yang bersengketa segera berdamai dan ada satu kepengurusan yang sah.

“Masih ada kesempatan islah. Yakin kita (KPU),” kata Husni.

Rekomendasi

Sebelumnya Ketua Komisi II DPR, Rambe Kamarul Zaman, menjelaskan bahwa Panja Pilkada memutuskan tiga hal sebagai acuan bagi KPU untuk menyusun PKPU yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan kepengurusan parpol yang sah sebagai perserta pilkada.

Pertama, kalau terjadi perselisihan kepengurusan parpol di tingkat pusat yang diselesaikan melalui pengadilan, parpol yang dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah adalah kepengurusan parpol yang telah memiliki putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Kedua, kalau belum ada putusan pengadilan tetap, KPU dalam memutuskan calon kepala daerah adalah kepengurusan yang telah menjalankan islah sebelum pendaftaran pasangan calon.

Ketiga, kalau ayat pertama dan kedua tidak terwujud, kepengurusan parpol yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah ada sebelum pendaftaran pasangan calon.

Anggota Komisi II DPR RI, Arief Wibowo, menjelaskan bahwa putusan sela adalah dasar hukum paling rendah yang dapat dijadikan acuan. Artinya, kalau ada dasar hukum yang lebih tinggi, misalnya, putusan Mahkamah Agung, tentu wajib mengacu pada putusan itu dan mengabaikan putusan sela.

Arief, yang juga anggota Panitia Kerja Komisi II DPR, menguraikan beberapa tahapan yang dapat dilakukan KPU untuk menentukan kepengurusan yang sah sebuah parpol sesuai PKPU. Pada pokoknya, PKPU mengarahkan partai politik yang bersengketa untuk berdamai atau islah.

Kalau islah tak tercapai, harus berdasarkan putusan hukum yang telah berkekuatan tetap, umpamanya putusan Mahkamah Agung, yang diterbitkan sebelum proses pencalonan Pilkada.

“Namun kalau tidak bisa, putusan tetap belum tercapai, maka kemudian mendasarkan pada putusan pengadilan yang sudah ada, sebelum pendaftaran calon kepala daerah," kata Arief kepada wartawan di kompleks Parlemen di Jakarta, Jumat, 24 April 2015.

“Dengan demikian, bagi parpol yang sedang bersengketa, siapa pun yang nanti diputuskan pengadilan atau PTUN dan putusan terbit sebelum pendaftaran Pilkada, maka bisa dipakai (dijadikan dasar bagi KPU),” ujar Arief menambahkan.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mengingatkan, status kepengurusan bisa berubah manakala dalam perjalanan ternyata terbit putusan akhir PTUN yang justru mengesahkan kepengurusan sebelumnya. Dalam versi kalimat yang lebih sederhana, kepengurusan yang disahkan sebelumnya dapat dianulir berdasarkan putusan Pengadilan. (one)