OPINI Korupsi & Pembangunan tabloid INFOKU 63

Penyakit Kronis bagi Pembangunan Pedesaan
(Penulis Drs Ec Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 3 sumber berbeda)

 “Kehancuran sebuah negeri adalah buah dari kefakiran, dan kefakiran disebabkan oleh kerakusan para penguasa”. Begitulah nasihat yang diwasiatkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib kw, salah satu pemimpin Islam yang dicintai karena kezuhudannya, yang lebih mengutamakan kesejahteraan ummatnya daripada dirinya sendiri.
Pemimpin anti korupsi yang begitu taat beragama dan jujur dalam mengelola Baitul mal sebagai kas negara yang digunakan untuk rakyatnya.
Hikmahnya adalah, bahwa dalam suatu negara, kesejahteraan rakyat, masyarakat madani tidak akan pernah tercipta apabila penguasa masih terobsesi untuk menimbun harta yang seharusnya digunakan untuk rakyat. Di seluruh dunia, setiap tahun pada tanggal 9 desember diperingati sebagai hari anti korupsi.
Tujuannya adalah agar setiap orang didunia ini dapat melek dalam melihat betapa korupsi kini ibarat penyakit kronis yang akan membawa sebuah negara ke jurang kemiskinan.
Betapa tidak, korupsi divonis sebagai salah satu penyebab utama ketertinggalan banyak negara, utamanya negara-negara yang dipredikat sebagai negara berkembang karena pembangunannya yang tidak maksimal.
Saat ini, perlu kita catat bahwa Indonesia masih menempati urutan-urutan teratas sebagai negara terkorup yang diranking oleh berbagai sumber. Misalnya transparency.org yang menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup ke-5 di dunia, dan bertengger di urutan pertama di kawasan Asia pasifik.
Meski pemerintah Indonesia telah memproklamirkan gerakan “jihad melawan korupsi”, fakta yang cukup memiriskan kita adalah bahwa dalam kurun waktu 2004-2011 terdapat 1408 kasus yang merugikan negara hingga 39,3 triliun rupiah (Kompas, 5 Desember 2012).
Masalah korupsi kini telah menjamah hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat, yang oleh karenanya korupsi ini sudah sampai pada taraf extraordinary crime.
Hampir semua bidang pembangunan, pada tiap tingkatan baik lokal maupun nasional, kasus-kasus korupsi kerap kita temukan. Salah satu segmen yang terkena imbas dari perampokan uang negara ini adalah masyarakat desa.
Di pedesaan, tergerusnya uang-uang rakyat berdampak langsung pada pembangunan pedesaan.
Padahal pembangunan desa merupakan faktor penting yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional.
Sebab, meskipun sektor pertanian sebagai aktifitas utama masyarakat desa ‘hanya’ menyumbang sekitar 17,3 persen dari total PDB, terdapat sekitar 44,3% masyarakat Indonesia yang memiliki aktifitas di sektor pertanian.
Saat ini terdapat sekitar 76.000 desa di Indonesia (PNRI, 2012) dimana 36% diantaranya, menurut Mendagri Gamawan Fauzi dikategorikan sebagai desa tertinggal.
Selain itu, desa merupakan pemasok utama bahan baku pertanian ke kota. Dengan kata lain, memiskinkan rakyat desa berarti membunuh rakyat kota, skak mat. Hal tersebut mengindikasikan betapa bergantungnya kesejahteraan rakyat kita pada pembangunan desa.
Untuk pembangunan pedesaan, segi prasarana, bantuan dan pelayanan mungkin adalah bukti-bukti yang paling kasat mata untuk melihat dampak dari korupsi di desa.
Banyaknya pembangunan infrastruktur di desa seperti jalan, jembatan, dan irigasi akhirnya menjadi terhambat akibat teralihkannya dana pembangunan dari pos umum ke kantung pribadi.
Sejatinya, pembangunan infrastruktur ditujukan untuk membantu masyarakat desa dalam meningkatkan produksi pertanian.
 Contohnya, irigasi sebenarnya sangat dibutuhkan oleh petani, apalagi yang berada di daerah dimana curah hujan lebih rendah sehingga hanya mengandalkan air hujan dan menanam sekali setahun.
Dengan irigasi, petani dapat memanfaatkan pengairan dan meningkatkan jumlah panen dengan penggunaan air yang cukup sehingga bisa panen dua hingga tiga kali dalam setahun.
Contoh lain misalnya, minimnya prasarana jalan dan jembatan membuat operational cost meningkat akibat biaya transportasi yang tinggi.
Hal yang sama terjadi pada bantuan-bantuan untuk desa seperti beras untuk rakyat miskin (raskin), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dll yang akhirnya tidak sampai ke tangan yang semestinya.
Akibatnya sarana maupun pelayanan yang seharusnya diperuntukkan untuk pembangunan desa tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan masyarakat baik dalam hal pengadaan infrastruktur maupun pelayanan jasa.
Untuk itulah penulis berharap agar para pelaksana proyek yang saat mengerjakan proyek infrastruktur Jalan di blora agar bekerja sesuai dengan standarnya dalam kontrak.
Agar nantinya proyek yang dikerjakan dapat bermanfaat untuk rakyat dan dikemudian hari terlibat adanya dugaan korupsi pada proyek yang dikerjakanya.
Lebih lengkap baca model Tabloid
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru