Topik " Komite Sekolah - tabloid INFOKU 61


Topik
Komite Sekolah vs Visi Misi Bupati
INFOKU, BLORA-  Sepertinya carut-marut dunia pendidikan di Indonesia sudahlah penyakit menular yang sangat sulit untuk diberantas.
Setiap tahunnya ada saja persoalan dan masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan di Indonesia ini, mulai dari pungutan liar sekolah, ijazah yang ditahan pihak sekolah, sampai ada juga siswa yang harus gantung diri karena takut tidak lulus UAN.
Dan cerita yang paling lama adalah masih ada saja anak-anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi karena terganjal biaya sekolah.
Adalah pemerintah sudah melakukan upaya untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan semua proses yang berlangsung di sekolah dengan telah dibentuknya Komite Sekolah berdasarkan SK Mendiknas No. 044/U/2002 yang berperan sebagai; pemberi pertimbangan, pendukung, dan pemberi kontrol di suatu pendidikan.

Dimana anggota Komite Sekolah adalah unsur masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, guru dan wali murid. Sedangkan Komite Sekolah adalah lembaga non profit dan non politis yang bertanggung jawab terhadap Peningkatan kualiatas proses dan hasil pendidikan.
Seiring perkembangannya Komite Sekolah sepertinya belum menunjukkan fungsi dan perannya. Malahan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Komite Sekolah terasa memberatkan bagi wali murid yang kehidupan perekonomianya menengah ke bawah.
Dikabupaten Blora sendiri sampai bulan ketiga tahun ajaran ini, belum nampak sama sekali aksinya terkait penyelenggaraan pendidikan di masing-masing sekolahnya.
Pantau INFOKU di berbagai sekolah diwilayah Kabupatewn Blora belum ada yang menyelenggarakan rapat Komite Sekolah.
Namun demikian khususnya SLTA Sederajat sudah mengadakan tarikan uang sekolah, namun dikemas dalam wujud titipan yang besarannya sukarela.
Menurut lebih dari 10 Guru dan kepala sekolah yang ditemui Infoku, mengatakan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) belum memberi ijin pelaksanaan Rapat Komite tersebut.
“Menunggu diselesaikanya RKS dulu kemudian Dindikpora baru mengeluarkan petunjuk pelaksanaan rapat Komite Sekolah,” kata mereka.
Terkait permasalahan ini beberapa masyarakat menilai, keadaan ini dipicu dengan adanya visi dan misi Bupati Blora yakni sekolah gratis.
Amin Faried Ketua Blora Critis Center misalnya bahkan mensinyalemen adanya kucuran dana BOS untuk Siswa SLTA sederajat sebesar Rp. 1 juta pertahun peranak, menjadi penyebab molornya rapat Komite Sekolah.
Lanjut dia, padahal dengan adanya  Komite Sekolah, diharapkan ada partisipasi dari masyarakat dalam pengembangan satuan pendidikan. Salah satu partisipasi dan yang paling diharapkan adalah dukungan dana yang bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
“Dengan segera diadakanya Rapat Komite Sekolah sehingga dapat memunculkan keputusan yang sah secara hukum, tentang perlu tidaknya pembebanan biaya bagi orang tua anak didik,” katanya.
Subsidi Silang
Sementara beberapa banyak kalangan masyarakat Blora menyarankan Sekolah di Blora belajar dari pengelolaan yayasan sekolah swasta atau Sekolah Negeri misalnya di SMAN 1 Solo.
Mengapa pungutan diberlakukan dan diharuskan. Selain memupuk tanggung jawab siswa dan orang tua wali. Karena membayar berarti melahirkan tanggung jawab rasa memiliki.
Berapa pun besarnya, pungutan pendidikan sangat dibutuhkan demi mengikat tanggung jawab dan kesadaran membangun kepedulian kemajuan pendidikan ditentukan melalui Rapat Komite yang sangat terbuka sekali.
Di sekolah itu penerapan pungutan yang dilakukan tidak hanya penarikan dana semata.
Tetapi ada usaha lain demi membantu orang yang miskin, terlantar, terpinggirkan, lemah dan difabel.
Penerapan subsidi silang selalu menjadi bagian kebijakan dari pungutan yang terjadi di sekolah swasta.
Budaya saling membantu, menolong terhadap orang yang tidak mampu sudah menjadi habitus sebagian besar sekolah Solo.
Besarnya pungutan tiap siswa satu dengan lainya tidaklah sama tergantung kemampuan orang tua masing-masing siswa.
Banyak orang kaya yang ingin berbagi rezeki namun kadang tidak tahu bagaimana cara untuk menyedekahkan/ memberikan bantuan.
Oleh karena itu, demi asas keadilan dan pemerataan kualitas pendidikan perlu konsistensi kebijakan.
“Saya juga yakin berapapun akan dibayar orang tua siswa, bila ada kepastian hukum terkait pembebanan biaya yang ditetapkan melalui rapat Komite Sekolah yang benar-benar terbuka dan transparan,” ungkap Ateng Sutarno LSM Wong Cilik Blora.(Endah/Tanti/Agung)


Komari (Orang Tua Siswa)
Orang tua siswa kurang Dilibatkan dalam Kepengurusan Komite Sekolah
INFOKU, BLORA- Lain halnya Komari salah satu orang tua siswa, justru menyoroti kinerja pengurus komite sekolah yang maksimal.
Menurut dia permasalahannya justru sebagian besar sekolah di Blora, komposisi pengurus di Komite Sekolah belum dapat memenuhi aturan yang ada di PP no 17 2010.
“Jelas sekali diatur pada PP no 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan,  Anggota komite sekolah/madrasah telah diatur jelas. Sekarang coba anda koreksi apakah sekolah di Blora komposisinya sudah sesuai itu,” Ungkap Komari kepada INFOKU.
Seperti diketahui PP no 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, menegaskan bahwa Anggota komite sekolah/madrasah berjumlah paling banyak 15 (lima belas) orang, terdiri atas unsur: orang tua/wali peserta didik paling banyak 50% (lima puluh persen),
Selanjutnya  tokoh masyarakat paling banyak 30% (tiga puluh persen); dan pakar pendidikan yang relevan paling banyak 30% (tiga puluh persen).
Disamping itu juga diatur Masa jabatan keanggotaan komite sekolah/madrasah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
“Bilamana ini terpenuhi menurut saya apa yang diputus oleh rapat Komite Sekolah akan dapat memenuhi keinginan masyarakat dan dapat sejalan dengan misi dan visi Bupati Blora,” tandasnya.(Agung)
Lebih lengkap baca model Tabloid
Gambar klik kanan pilih open New Tab atau Buka tautan Baru