Politik & Tantangan Kesehatan - OPINI INFOKU 161

 

(Penulis Drs.Ec. Agung Budi Rustanto – Pimpinan redaksi Tabloid Infoku Diolah dari 7 Sumber Berbeda)

Pembangunan dalam bidang kesehatan adalah bagian dari upaya politik. Karenanya, pelayanan kesehatan merupakan pelayanan publik yang seharusnya tidak hanya dijadikan sebagai kendaraan politik para calon atau kandidat kepala daerah. (Bambra, 2005).

Sebuah studi yang dilakukan Navarro pada tahun 2006 meneguhkan korelasi antara ideologi politik suatu pemerintahan terhadap derajat kesehatan masyarakatnya, melalui kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan tersebut. 

Konsep kesehatan yang dianut pemerintah kita saat ini, berbuah pembangunan kesehatan yang berbentuk pelayanan kesehatan individu, ketimbang layanan kesehatan komunitas yang lebih luas, program-program prioritas yang bersifat reaktif seperti BPJS/pengobatan gratis.

UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 bagian Pembukaan butir b menyatakan, setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan.


Hal ini menunjukkan pentingnya pembangunan kesehatan dalam bentuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat untuk mempersiapkan manusia Indonesia yang berkualitas berdaya saing.

Mewujudkan hal tersebut, pemerintah harus berperan aktif bahwa politik kesehatan adalah kebijakan negara di bidang kesehatan. Yakni kebijakan publik yang didasari hak yang paling fundamental, yaitu sehat merupakan hak warganegara. Untuk mewujudkan hak rakyat itu, jelas diperlukan pemerintahan dan keputusan politik yang juga sehat. 

Membicarakan Politik Kesehatan maka membahasa mengenai ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat dalam satu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah wilayah atau negara. Derajat kesehatan hendaknya diperjuangkan melalui sistem dan mekanisme politik.

Penentuan kebijakan di bidang kesehatan memang merupakan sebuah sistem yang tidak lepas dari politik. 

Oleh karena itu, kebijakan yang dihasilkan merupakan produk dari serangkaian pengaruh interaksi elit kunci dalam setiap proses pembuatan kebijakan termasuk tarik-menarik kepentingan antara aktor, interaksi kekuasaan, alokasi sumber daya, dan bargaining position di antara elit yang terlibat. 

Proses pembentukan kebijakan tidak dapat menghindar dari upaya individual atau kelompok tertentu yang berusaha mempengaruhi para pengambil keputusan agar suatu kebijakan dapat lebih menguntungkan pihaknya.

Contoh pengaruh politik terhadap kesehatan, diantaranya anggaran kesehatan. Sehat merupakan hak rakyat dan negara pun tak ingin rakyatnya sakit-sakitan, diambillah keputusan politik yang juga sehat. Yaitu, anggaran untuk kesehatan rakyat mendapatkan porsi yang sangat besar, karena negara tidak ingin rakyatnya sakit-sakitan. Pemerintah bersama DPR membebani impor alat-alat kedokteran dengan pajak yang sama untuk impor mobil mewah, juga keputusan politik.

Contoh lainnya, UU Tembakau. Cukai rokok terus dinaikkan karena konsumsi rokok di Indonesia semakin meningkat biaya ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat konsumsi tembakau terus meningkat dan beban peningkatan ini sebagian besar ditanggung oleh masyarakat miskin.

Angka kerugian akibat rokok setiap tahun mencapai 200 juta dolar Amerika, sedangkan angka kematian akibat penyakit yang diakibatkan merokok terus meningkat.

Kesehatan dan Komitmen Politik

Masalah kesehatan pada dasarnya adalah masalah politik oleh karena itu untuk memecahkan masalah kesehatan diperlukan komitmen politik.

Para aktor politik sebagai penentu kebijakan masih beranggapan sektor kesehatan lebih merupakan kegiatan yang bersifat konsumtif, ketimbang upaya membangun sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga apabila ada keguncangan dalam keadaan ekonomi negara alokasi terhadap sektor ini tidak akan meningkat.

Menumpuknya rumah sakit, puskesmas, poliklinik, bidan, dan dokter bukan merupakan jaminan meningkatnya kesehatan penduduk.

Sehingga dalam upaya memecahkan masalah kesehatan tidak bisa hanya dilakukan di bangsal-bangsal rumah sakit ataupun ruang tunggu poliklinik atau puskesmas.

Melainkan diperlukan intervensi yang serius dari ”Aktor Politik” apakah di Departemen Kesehatan yang di komandani oleh ”Aktor Politik”.

Sebagai pembantu presiden (Menkes) yang melaksanakan kebijakan politik Presiden yang telah mengangkatnya, Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada Gubernur/ Bupati/Walikota serta Aktor Politik di DPR RI / DPD/ DPRD Propinsi/ Kabupaten/Kota.

Perkembangan Politik Kesehatan di Indonesia

Perubahan politik adalah pedang bermata dua bagi kesehatan. Beberapa tantangan besar mempengaruhi sektor ini, serta beberapa sumber dinamisme, timbul dari desentralisasi.

Desentralisasi politik dan fiskal telah menghasilkan satu set kompleks tantangan untuk pemrograman kesehatan.

Di satu sisi, desentralisasi pelayanan kesehatan menciptakan peluang bagi visioner pemimpin lokal untuk mengembangkan program kesehatan yang ditargetkan untuk para pemilih.

Tetapi juga telah membuat sistem rentan terhadap politik kekuasaan lokal dan korupsi dicentang, dan melanggengkan kesenjangan antara daerah kaya dan miskin.

Era Reformasi menjadi tonggak pergantian sistem, termasuk sistem kesehatan, Sehingga nantinya orang yang konsen pada isu kesehatan dan ahli dibidang kesehatan yang tepaat sebagai kepala dinasnya. 

Dengan kata lain Kepala daerah hendaknya memilih orang yang peduli kepada kesehatan, sehingga akan mengalokasikan APBD untuk pembangunan kesehatan di daerahnya dengan kesungguhan hati. ###





Post a Comment

0 Comments