Konflik di FIFA



Minggu, 31 Mei 2015 , 19:48:00
Cerita Di Balik Pemilihan Presiden FIFA 2015-2019
18 Negara UEFA Berkhianat dari Mandat Menggulingkan Blatter
'FIFA Perjuangan' Masih Penasaran
Michel Platini dan Sepp Baltter. Foto: AFP
JOSEPH Blatter resmi terpilih sebagai Presiden FIFA 2015-2019, dalam Kongres ke-65 FIFA di Zurich, Sabtu (30/5). Hasil ini menuai kekecewaan dari asosiasi dan negara-negara yang pro-reformasi yang ingin menggulingkan petahana (incumbent), Sepp Blatter.

Sebelum pemilihan dimulai, suara-suara yang tak ingin Blatter kembali memimpin sudah bergema keras. Bos UEFA, Michel Platini mengancam organisasi sepak bola Eropa itu bakal keluar dari FIFA jika Blatter terpilih lagi. Ketua FA (PSSI-nya Inggris) Greg Dyke bahkan lebih vokal: Inggris mengancam memboikot Piala Dunia 2018.

Namun Pak Tua Blatter tetap menang. Dia mengalahkan suara Pangeran Ali bin Al Hussein, si pesaing tunggal. Blatter mendapatkan 133 suara sedangkan Pangeran Ali mendapatkan 73 suara dari 206 suara yang dianggap sah dari total 209 pemilik suara. 

Putaran kedua sedianya harus digelar, namun Pangeran Ali yang digadang-gadangkan oleh UEFA dan Amerika Serikat itu memilih mengundurkan diri.
Usai kongres, banyak spekulasi beredar seputar kegagalan embrio FIFA Perjuangan menang di arena pemilihan.

Daily Mail, Minggu (31/5) mengungkap, kegagalan itu kuncinya justru di UEFA sendiri, Si Penggagas ide menggulingkan Blatter.

Sebanyak 18 negara-negara Eropa disinyalir berkhianat dari mandat UEFA. Prancis (negara asal Platini), Spanyol, Rusia dan sekutu Blok Timur dikabarkan memilih melawan perintah UEFA untuk memilih Pangeran Ali. Mereka merapat ke gerbong Blatter.

Rumor ini cukup bisa dipercaya. Rusia? Semua tahu, negara yang dipimpin Vladimir Putin ini adalah sekutu Blatter, apalagi mereka mau menggelar Piala Dunia 2018. Negara sekutu Rusia di Eropa? Tentu saja! Mau ditungguin Rusia saat pulang?

Spanyol dan Prancis? Dua negara ini ternyata terungkap merupakan negara penerima manfaat besar dari investasi Qatar. Mereka disebut-sebut sebagai anggota eksekutif FIFA yang pada 2010 bersikeras mengusung Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.

Kabarnya, analisis di atas juga sudah dibicarakan bareng oleh gerbong Pangeran Ali dan UEFA-nya, pada Sabtu (30/5) usai kongres.


"Kami percaya sebanyak 18 orang negara Eropa mungkin telah memilih Blatter," kata seorang sumber yang dekat dengan Pangeran Ali.

Dari sumber veteran FIFA, juga ikut mengungkap dinasti Blatter sudah lama mengakar. Di Eropa, Blatter sudah punya kaki yang kuat. Selain Rusia (dan sekutunya), Prancis dan Spanyol, negara seperti Turki, Siprus dan Finlandia sudah lama jalan bersama di gerbong Blatter.

Sementara kalau konfederasi CAF (Afrika) dan AFC (Asia), ya termasuk Indonesia tentunya, sejak sebelum pemilihan sudah cenderung berada di belakang Blatter. Di antara dua konfederasi besar tersebut, setidaknya 100 suara diperkirakan sudah diamankan Blatter.

Namun FIFA Perjuangan tampaknya masih penasaran. Platini bersama UEFA-nya dikabarkan akan menggelar pertemuan darurat di Berlin, tepatnya di sela-sela penyelenggaraan final Liga Champions, akhir pekan depan. Pertemuan ini akan membahas langkah UEFA cs usai gagal menggulingkan Blatter. (adk/jpnn)