Jangan Rusak Birokrasi -opini tabloid INFOKU 82



Benahi Birokrasi Jangan Rusak Birokrasi
Penulis Drs Ec Agung Budi Rustanto – Pimpinan Redaksi tabloid INFOKU – diolah dari 4 sumber berbeda)
Kebijakan reformasi yang kini digulirkan pemerintah tidak boleh hanya sekedar teori, namun juga harus mampu dilaksanakan sesuai dengan konsep yang telah dibentuk. Dalam hal ini, diperlukan pemimpin yang dapat tegas mengawal implemnetasi berbagai program reformasi birokrasi tersebut.
Program reformasi bukan sebatas di atas kertas tetapi punya konsep dan harus ada pemimpin yang menjamin dapat diparktikkannya secara nyata. Kalau program itu tidak dapat dilakukan maka itu hanya omong kosong.
Mewujudkan tata pengelolaan pemerintah yang bersih butuh komitmen yang kuat dan harus didukung oelh seluruh stakeholder yang ada terutama dari para pemangku dan pembuat undang undang itu sendiri. Sebenarnya pemerintah hingga kini telah menyusun sejumlah program reformasi birokrasi.
Namun kerap menjadi kendala akibat adanya permasalahan dalam reformasi politik.
Kementriaan Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah berupaya mengimplementasikan amanah perundang undangan menyangkut pembenahan birokrasi, tetapi masih mengalami persoalan dikarenakan kurangnya dukungan politik dalam proses pelaksanaannya.
Reformasi birokrasi itu sebenarnya sudah ada, kita tidak perlu meragukan, untuk itu reformasi birokrasi dan politik harus berjalan beriringan dan seimbang.
Kebijakan reformasi sistem politik harus menjadi bagian Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan Gubernur dan Wakil serta Pasangan Bupati/Walikota dan Wakilnya  supaya ke depan semakin berjalan baik.
Ada sejumlah persoalan yang perlu menjadi perhatian pemerintah dalam melakukan reformasi birokrasi.
Mulai dari proses perekrutmen pegawai negeri sipil (PNS), efisiensi dalam menjalankan pelayanan publik dan masalah politisasi birokrasi dan yang paling pokok penempatan pejabat yang disukai kepala Daerah.
Hal inilah yang berpotensi merusak tatanan birokrasi kita khususnya didaerah.
Saat ini tercatat 321 kepala daerah dan 1266 pejabat yang terlibat korupsi serta ribuan briokrat tersangkut masalah hukum.
Problem politisasi birokrasi yang berkembang poltisasi fasilitas negara untuk pemenangan kandidat. Ini menjadi sangat dasar, sehingga pembangunan sistem menjadi prioritas agar tata kelola pemerintahan menjadi akuntabel.
Apalagi kini sebesar 70 persen urusan rakyat ada di daerah, dan banyak kepala daerah yang tak siap mengelola anggaran.
Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih harus dimulai dengan proses  rekrutmen pegawai, tanpa rekrutmen yang baik dan akuntabel maka birokrasi akan menjadi kerumunan ’serigala’ yang akan dijadikan kepentingan politik dan sumber korupsi.
Sehingga sebagai sebuah proses, reformasi birokrasi yang telah, masih, dan terus berjalan, tentu tidak dapat dilepaskan dari kekurangan-kekurangan (kegagalan) dan kelebihan-kelebihan (keberhasilan) yang didapatinya.
Apabila kita melihat proses reformasi birokrasi yang tengah berjalan di Indonesia, sulit rasanya untuk tidak mengatakan bahwa upaya konkrit dalam melaksanakan reformasi birokrasi memang sudah dilakukan dan dapat kita observasi.
Namun prosesnya tidaklah mudah. Perlu komitmen yang kuat, bahkan dukungan elit politik dan birokrasi untuk mengawal jalannya reformasi merupakan syarat mutlak.

Satu pelajaran penting dari praktik reformasi birokrasi di banyak negara adalah bahwa proses tersebut butuh waktu yang panjang.
Perlu berabad-abad untuk mencapai kemajuan seperti yang mereka rasakan sekarang. Oleh karenanya, sangat wajar apabila yang kita temukan sekarang lebih banyak kegagalan dibandingkan keberhasilan, karena kita baru melakukannya dalam hitungan puluhan tahun, meskipun terasa sudah cukup lama.
Selain komitmen yang kuat dari elit politik dan birokrasi untuk menyelesaikan agenda reformasi, kontrol atas perilaku birokrat juga dapat diberikan oleh kekuatan lain di luar seperti Pers, NGO, atau lembaga independen lainnya.
Melalui kontrol yang sehat, diharapkan tercipta kondisi birokrasi yang ideal, yakni tata pemerintahan yang baik dengan birokrasi yang profesional, berintegritas tinggi, serta dapat menjadi pelayan masyarakat sekaligus menjadi abdi negara.
Kemudian terhadap birokrat-birokrat yang masih memiliki idealism untuk memperbaiki negeri, seyogianya tidak terjebak pada sikap pesimistis apalagi menyerah pada sistem yang ada.
Hal tersebut justru menjadi tugas bersama, untuk terus diperbaiki. Meminjam sindiran seorang pejabat negara yang peduli terhadap birokrasi: “Yang ikut-ikutan mengalir di sungai itu cuma sampah, ikan aja berenang melawan arus!”.##

Lihat Model Tabloid....
Gambar  Klik KANAN pilih Open New Tab atau Buka Tautan Baru